Senin, 12 Maret 2018

MEKANISME INFEKSI INTRAUTERINE PERSALINAN PRETERM SPONTAN

*Sriyana Herman
Abstrak
Latarbelakang. Persalinan preterm (PTL) merupakan persalinan yang terjadi sebelum janin berusia 37 minggu, yang menyebabkan kematian perinatal dan morbiditas neurologis jangka panjang. Hubungan antara infeksi intrauterine dengan mikrobiota yang mengakibatkan persalinan preterm masih belum pasti. Beberapa gangguan mikrobiota vagina normal seperti rendahnya produksi H2O2 Lactobacillus spp., Peningkatan PH vagina, Gram basil Coccobacilli, organisme anaerob, Mycoplasma genital, E. Coli dan Streptokokus grup B berperan sebagai penyebab infeksi, namun kendala yang dihadapi gejala infeksi intrauterine sering asimptomatik. Infeksi intrauterine berlokasi pada ruang antara desidua dan selaput ketuban. Peningkatan produksi Prostaglandin Plasenta (PGs) menambah kontraksi rahim dan mengubah ikatan kolagen dan hidrasi jaringan dengan mengubah komposisi kompleks proteoglikan. Infeksi yang terjadi mengaktifkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNFa. Sitokin ini meningkatkan produksi uterotonin dan aktivitas enzim protease pemecah Matriks Metaloprotease (MMP) sehingga kontraksi rahim meningkat dan mengubah integritas MMP pada khorion, amnion atau serviks uteri. Perubahan semua ini kontraksi uterus meningkat, terjadi dilatasi serviks, selaput amnion pecah dan akhirnya terjadilah persalinan preterm. Tujuan tulisan ini untuk mengidentifikasi bahwa persalinan preterm adalah suatu proses yang kompleks, dengan melalui pemahaman mekanisme persalinan preterm, dampak negatif dari infeksi intrauterine preterm spontan dapat diminimalisir.


Keywords: Infeksi Intrauterine, Persalinan Preterm Spontan

PENDAHULUAN
Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah di dunia termasuk Indonesia, yang terkait dengan prevalensi, prematuritas, morbiditas dan mortalitas perinatal. Kehamilan disebut cukup bulan bila berlangsung antara 37-42 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari, sedangkan persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum janin genap berusia 37 minggu (259 hari)30. Lahir prematur adalah penyebab utama kematian bayi dan penyebab kedua kematian setelah pneumonia pada anak di bawah usia lima tahun4. Angka kejadian akibat dari persalinan preterm sekitar 70% kematian perinatal dan 50% morbiditas neurologis jangka panjang6. Bayi yang lahir prematur terutama pada usia kehamilan Pemahaman mekanisme molekuler yang menghubungkan infeksi intrauterine dan persalinan sebagian besar telah banyak dijelaskan, dengan mengetahui lebih jauh tentang mekanisme persalinan preterm, akan membantu diagnosis dini dan menemukan strategi intervensi yang tepat dalam meminimalkan dampak negatif dari kelahiran preterm.

Epidemiologi Preterm
Kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara, di negara maju misalnya   di Eropa, angkanya berkisar antara 5-11 %. Di USA pada tahun 2000 sekitar satu dari sembilan bayi dilahirkan prematur (11,9%)21 dan pada tahun 2013 angkanya tidak jauh berubah yaitu sebesar 11,5%15. Di negara yang sedang berkembang angka kejadiannya masih jauh lebih tinggi, misalnya di India sekitar 30%, Afrika Selatan 15%, dan Sudan 31 %. Angka kejadian persalinan preterm di Indonesia belum ada, namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadiannya secara kasar. Angka kejadian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9%11 dan sekitar 40% dari kelahiran prematur berhubungan dengan infeksi intrauterine1.

Klasifikasi Persalinan Preterm
Menurut kejadiannya, digolongkan menjadi16: (1) Idiopatik/Spontan, sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik. Sekitar 12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh ketuban pecah dini dan sebagian besar disebabkan faktor infeksi (korioamnionitis). (2) Iatrogenik/Elektif, persalinan preterm buatan iatrogenik/elective preterm.
Menurut usia kehamilan, diklasifikasikan dalam27: Preterm/kurang bulan: usia keharnilan 32 - 37 minggu, Very preterm/sangat kurang bulan: usia kehamilan 28-32 minggu, Extremely preterm/ ekstrim kurang bulan: usia kehamilan 20-27 minggu.
Menurut berat badan lahir, dibagi dalam kelompok: berat badan lahir rendah (BBLR): 1500-2500 gram, berat badan lahir sangat rendah (BBLSR): 1000-1500 gram, berat badan lahir ekstrim rendah (BBLER): < 1000 gram.

Faktor Resiko Persalinan Preterm 
Persalinan preterm dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga sulit diatasi, risiko tertinggi adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya11. Faktor risikonya mulai dari idiopatik, iatrogenic, sosiodemografik, faktor ibu, penyakit medis dan keadaan kehamilan, infeksi dan genetik8.

Ras
Di Amerika Serikat pada tahun 2013, 16,3% dari kehamilan prematur terjadi pada wanita non-Hispanik kulit hitam, sedangkan hanya 10,2% pada wanita non-Hispanik kulit putih15. Perempuan kulit hitam tidak hanya menghadapi peningkatan risiko kelahiran prematur, dibandingkan dengan wanita kulit putih, tetapi juga terjadi peningkatan risiko kelahiran prematur berulang30.

Usia
Kelahiran paling aman ibu pada usia antara 20 dan 34 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetri serta morbiditas dan mortalitas perinatal3. Ibu yang berusia<20 5="" beresiko="" berusia="" ibu="" kali="" melahirkan="" prematur="" sebesar="" sedangkan="" tahun="" untuk="" yang="">35 tahun memiliki risiko 1,15 kali untukmelahirkan prematur dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20 - 34 tahun (Irmawati, 2010 dalam Agustina, 2012).

Paritas
Risiko kelahiran prematur untuk paritas multipara muda berusia < 18 tahun dan primipara tua berusia > 40 tahun adalah dua kali lipat dibandingkan dengan primipara 25 - 29 tahun17. 

Sosial Ekonomi
Di Inggris menunjukkan >2 kali risiko kelahiran sangat prematur pada ibu yang sosial ekonominya sangat kekurangan dan di Norwegia 50% pendidikan rendah berhubungan dengan peningkatan dan risiko kelahiran prematur13.

Riwayat Obstetri
Riwayat aborsi induksi sebelumnya dapat meningkatkan risiko kelahiran sangat prematur dengan onset kelahiran spontan. Ibu dengan aborsi spontan trimester kedua atau kelahiran sangat prematur sebelumnya berisiko peningkatan kelahiran sangat prematur kehamilan berikutnya. Interval pendek antara kehamilan berikutnya (Health Technology Assessment Indonesia (2010) bahwa insiden terjadinya persalinan prematur selanjutnya setelah 1x persalinan prematur meningkat hingga 14,3% dan setelah 2x persalinan prematur meningkat hingga 28%. Wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko untuk mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya. Termasuk faktor resiko lainnya yaitu merokok, minum minuman beralkohol, defisiensi vitamin C, konsumsi obat tanpa resep dokter, stress berlebihan, pekerja berat, dan faktor-faktor keadaan kehamilan yang sekarang mulai dari kelelahan fisik, keputihan, pendataran serviks, plasenta previa, solution plasenta, sampai pada ketuban pecah dini (KPD) dan masih banyak factor risiko lainnya yang berhubungan dengan persalinan preterm (Creasy, 2009 dalam Johanes, 2011)11.

Mekanisme Persalinan Prematur
Persalinan preterm diduga sebagai sebuah sindrom yang dipicu oleh berbagai mekanisme, mekanisme pasti masih belum diketahui dengan pasti pada berbagai kasus, sehingga berbagai faktor dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm tetapi jalur mekanismenya masih dicari14.
Beberapa ahli telah mengelompokkan penyebab terjadinya persalinan preterm, secara umum yaitu disebabkan 1) Karena pengaruh stress mengakibatkan aktivasi Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan janin, 2) Karena infeksi/perandangan, 3) Karena pengaruh prostaglandin, 4) Karena perdarahan, dan 5) Karena peregangan uterus yang berlebihan. Penjelasannya sebagai berikut:

Mekanisme Akibat Pencetus Stress dan HPA Axis 
Mekanisme akibat adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, Reseptor oksitosin (OTR), Matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, Cyclooksigenase-2, Dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal5.

Gambar 2. Mekanisme Persalinan Preterm akibat pencetus stress dan HPA Axis Ibu dan janin. COX-2: Cyclooxygenase 2, MLCK: Myosin light chain kinase, OTR: Oxytocin receptors, PG: Prostaglandin, PGDH: Prostaglandin dehydrogenase5. 


Mekanisme Akibat Infeksi
Hasil penelitian hewan secara in vitro dan manusia memberikan gambaran yang konsisten bagaimana infeksi bakteri menyebabkan persalinan prematur spontan (Gambar 3). Invasi bakteri rongga koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk Tumor necrosis factor, Interleukin-1, Interleukin-1ß, Interleukin-6, Interleukin-8, dan Granulocyte Colony-Stimulating Factor (Gambar 4). Selanjutnya, cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sistesis prostaglandin dan pelepasan dan juga mengawali neutrophil chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam sistesis dan pelepasan metalloprotease dan zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease menyerang membran korioamnion yang menyebabkan  pecah ketuban. Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya6.
Gambar 3. Mekanisme seluler dan biokimia yang terlibat dalam inisiasi persalinan premature pada infeksi intrauterine20.

Mekanisme Prostaglandin Dehydrogenase (PGDH)
Jalur yang lain mungkin memiliki peranan yang sama baik. Sebagai contoh, prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium. Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan  janin itu sendiri.  Pada janin dengan infeksi, peningkatan hipotalamus fetus dan produksi corticotropin releasing hormone menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Juga, ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang (Gambar 4). Namun, kontribusi relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui6.


Gambar 4. Mekanisme kolonisasi bakteri koriodesidua pada persalinan prematur6.

Mekanisme Perdarahan Plasenta
Mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan emosistein yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi myometrium (Gambar 5)5.

Gambar 5. Mekanisme terjadinya persalinan premature pada perdarahan plasenta. ECM: Extracellular matrix, MMP: Matrix Metallo Proteinase, PAI-1: Plasminogen activator inhibitor 1, tPA: Tissue-type plasminogen activator, uPA: Urokinase plasminogen activator5.

Mekanisme Peregangan Uterus
Mekanisme peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2 (Gambar 6).
 
Gambar 6. Mekanisme untuk semua persalinan premature5

Penyebab Persalinan Preterm Karena Infeksi
Hubungan antara infeksi dan persalinan prematur tidak konsisten sepanjang kehamilan, infeksi jarang terjadi pada persalinan prematur akhir (pada 34 – 36 minggu) tetapi muncul pada kebanyakan kasus < 30 minggu6. Infeksi genital (vaginosis bacterial), Infeksi intra uterin, infeksi ekstra uterin (pielonefritis dan periodontitis) adalah penyebab persalinan preterm karena infeksi4. Vaginosis bakteri merupakan marker kolonisasi intrauterine dengan organisme yang sama dan dapat meningkatkan risiko kelahiran sangat prematur >2 kali lipat28 dan infeksi intrauterin memiliki risiko lebih tinggi untuk kelahiran sangat premature9. Bahkan menurut Gravent, et all (1986) ternyata wanita dengan vaginosis bacterial mempunyai risiko 3-8 kali lebih tinggi dibandingkan wanita dengan flora normal untuk mengalami persalinan preterm. Infeksi lokal ke sistem organ lain dari saluran reproduksi juga penting. infeksi periodontal telah dilaporkan >2 kali lipat risiko kelahiran sangat prematur19. 

Uterus dan membran ketuban dapat terinfeksi dalam beberapa cara, seperti bakteri dapat bermigrasi ke rahim dari vagina atau rongga perut, dikenal dengan prosedur invasif seperti sampel vili korialis (Hogge et all, 1986 dalam Nosarti, 2010), atau melalui sebaran hematogen23. Jika korioamnionitis berkembang, risiko kelahiran sangat prematur meningkat, terutama jika respon inflamasi menimbulkan pada janin, maka risiko kelahiran sangat prematur dapat meningkat 10 kali lipat9.
Infeksi membran fetus berdasarkan temuan histologis atau kultur disebut korioamnionitis, infeksi tali pusat disebut funisitis, dan infeksi cairan amnion disebut amnionitis. Vili plasenta juga terlibat dalam infeksi intrauterin yang berasal dari darah seperti malaria, infeksi bakteri di dalam plasenta disebut vilitis, namun jarang terjadi (Gambar 1)6.


Gambar 1. Tempat yang potensial untuk infeksi bakteri di dalam uterus6

Pada wanita dengan persalinan preterm spontan dengan infeksi intrauterine, sekalipun infeksi intrauterine sering terdeteksi tanpa adanya infeksi29, kebanyakan bakteria yang ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari vagina (Vaginosis bacterial)6. Bakteri yang sering teridentifikasi adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Peptostreptococci, dan Bacteroides sp. Nama lain dari Vaginosis bacterial adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis, Haemophilus vaginitis, non specific vaginosis, dan anaerobic vaginosis (Amsel, et all., 1983 dalam Sylvia, 2001)25. Organisme yang sering berhubungan dengan infeksi genital pada wanita tidak hamil Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis,  namun jarang ditemukan dalam uterus sebelum pecah ketuban, sedangkan mereka yang sangat sering berhubungan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah adalah Streptococcus group B dan Escherichia coli6.

Belum dapat dijelaskan secara mendalam kapan infeksi intrauterine terjadi sehingga menyebabkan persalinan prematur dan juga belum jelas kapan bakteri naik dari vagina menuju uterus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi intrauterine mungkin terjadi jauh lebih awal saat kehamilan dan tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Seperti U. urealyticum telah terdeteksi pada sampel cairan amnion yang diperoleh dari analisis kromosom rutin pada usia kehamilan 15–18 minggu dan persalinan terjadi pada usia kehamilan 24 minggu. Konsentrasi interlekin 6 yang tinggi dalam cairan amnion pada usia kehamilan 15–20 minggu berhubungan dengan persalinan prematur spontan setelah usia kehamilan 32–34 minggu. Konsentrasi fibronektin yang tinggi dalam serviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan terjadinya korioamnionitis rata-rata 7 minggu kemudian. Oleh karena itu memungkinkan bahwa kolonisasi intrauterine yang berhubungan dengan persalinan prematur spontan tampaknya sudah terjadi saat mulai konsepsi6.

Kesimpulan 
Persalinan preterm (PTL) merupakan persalinan yang terjadi sebelum janin berusia 37 minggu, yang menyebabkan kematian perinatal dan morbiditas neurologis jangka panjang. Hubungan antara infeksi intrauterine dengan mikrobiota yang mengakibatkan persalinan preterm masih belum pasti. Bakteri yang sering teridentifikasi adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Peptostreptococci, dan Bacteroides sp. Infeksi intrauterine berlokasi pada ruang antara desidua dan selaput ketuban. Peningkatan produksi Prostaglandin Plasenta (PGs) menambah kontraksi rahim dan mengubah ikatan kolagen dan hidrasi jaringan dengan mengubah komposisi kompleks proteoglikan. Infeksi yang terjadi mengaktifkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNFa. Sitokin ini meningkatkan produksi uterotonin dan aktivitas enzim protease pemecah Matriks Metaloprotease (MMP) sehingga kontraksi rahim meningkat dan mengubah integritas MMP pada khorion, amnion atau serviks uteri. Perubahan semua ini kontraksi uterus meningkat, terjadi dilatasi serviks, selaput amnion pecah dan akhirnya terjadilah persalinan preterm. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan melalui pendekatan mekanisme persalinan preterm untuk memudahkan membuat diagnosis dini dan membantu menemukan strategi intervensi yang tepat sehingga dampak negatif dari infeksi intrauterine preterm spontan dapat diturunkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Agrawal, V. Emmet Hirsch. "Intrauterine Infection and Preterm Labor." NIH Public Access (2012): February;doi.org/10.1016/j.siny.2011.09.001, vol.17 p12-19.
2. Assesment., Health Technology. Health Technology Assesment. Buku panduan tata3laksana bayi baru lahir di rumah sakit. HTA Indonesia 2010. . Jakarta: Unit pengkajian teknologi kesehatan direktorat jenderal pelayanan medik departemen kesehatan RI. , 2010.
3. Cunningham, F. Gary. Kenneth J. Leveno. Steven L. Bloom. John C. Hauth. Larry C. Gilstrap III. Katharine D. Wenstrom. Williams Obstetrics, Twenty Second Edition. New York, NY: McGraw_Hill Companies, 2005.
4. Erez, Offer. Preterm Birth. Beer Sheva, Israel: Published by InTech Janeza Trdine 9, 51000 Rijeka, Croatia, 2013.
5. Gayatri, Kotni, Sruti Jammula, Sunil K Kota, Siva K Kota, S. V. S Krishna, Lalit K Meher, Kirtikumar D Modi. "Endocrinology of Parturition." Indian Journal of Endocrinology and Metabolism (2013): Vol.17, No.1, pp. 50-59.
6. Goldenberg, Robert L, John C. Hauth, and William W. Andrews. "Intrauterine Infection and Preterm Delivery." The New England Journal of Medicine 342.Mechanisms of Desease (2000): 1500-1507.
7. Gravent, MG, Nelson HP, De RouenR, Critchbow C, Eschenbach DA, Holmes KK. "Independent association of bacterial vaginosis and Chlamydia trachomatis infection with adverse pregnancy outcome. Jama 1986;." Obstet Gynecol (1986): 256:1899-903.
8. greer I, Norman J. Preterm Labor. Managing Risk in Clinical Practice. Cambridge: Cambridge University Press, 2005.
9. Gupta, M, MD, Karen K. Mestan, Camilia R. Martin, Colleen Pearson, Kathrin Ortiz, Lingling Fu, Phillip Stubblefield, Sandra Cerda, John M. Kasznica, Xiaobin Wang. "Impact of clinical and histologic correlates of maternal and fetal infl ammatory response on gestational age in preterm birth." J Maternal Fetal Neonatal Medicine (2007): 20(1):39-46.
10. Hole, JW. "Management of Preterm Labor." JAOA 101 (2) (2001): 8-14.
11. Johanes, C. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. Bandung: POGI, 2011.
12. John M, D, Thomson, LOrentz M. Irgens, Svein Rasmussen and Anne Kjersti Daltveit. "Secular Trends in Socio-Economic Status and The Implication Preterm Birth." Pediactric and Perinatal Epidemiology (2006): 182-187.
13. John, P Newnham, Jan E. Dickinson, Roger J. Hart, Craig E. Pennel, Catherine A. Arrese and Jeffrey A. Keelan. "Strategies to Prevent Preterm Birth." Frontiers in Immunology 5.Immunology (2014): 1-12.
14. Matthew, J and Myrna G, Serrano, Lindsey P, Pflugner B S, Jennifer M F, Melissa A. Prestosa, Vishal N. K, J. Paul Brooks, Jerome F. Strauss , Roberto Romero, Tinnakorn Chaiworapongsa, David A. Eschenbach, Gregory A B, Kimberl Allen D. "Identification of a gene in Mycoplasma hominis associated with preterm birth and microbial burden in intra-amniotic infection." Am J Obstet Gynecol (2015): 1-13.
15. Michelle, J. K, Osterman, Kenneth D. Kochanej, Marian F. MAcDorman, Donna M. Strobino, Bernard Guyer. "Annual Summary of Vital Statistics : 2012-2013." Pediatrics (2015): 1115-1125.
16. Moutquin, JM. "Classification and Heregeneity of Preterm Birth." Obstetric Gynecology 110 (supl 20) (2003): 30-33.
17. Nosarti, Chiara, Murry, Robin M, Hack, Maureen. Neurodevelopmental Outcomes Of Preterm Birth From Childhood To Adulth Life. New York: Cambridge University Press, 2010.
18. Nynke R, Van Den Broek, Rachel Jean Baptiste, James P. Nelson. "Factors Associated With Preterm, Early Preterm and Late Preterm Birth in Malawi." PLos ONE (2014): e90128;p1-p8.
19. Offenbacher, S, Kim A. Boggess, Amy P. Murtha, Heather L. Jared, Susan Lieff, Rosemary G. McKaig, Sally M. Mauriello, Kevin L. Moss, James D. Beck. "Progressive Periodontal Disease and Risk of Very Preterm Delivery." Obstet Gynecol (2006): 107(1):29-36.
20. Parthiban, Pratahini, Jaideep Mahendra. "Toll-Like Receptors: A Key Marker for Periodontal Disease and Preterm Birth – A Contemporary Review ." Journal of Clinical and Diagnostic Research. (2015): Sep, Vol-9(9): ZE14-ZE17.
21. POGI. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. 1. Bandung: Himpunan kedokteran Fetomaternal POGI, 2011.
22. Queenan, John T, Catherine Y. Spong and Charles J. Lockwood. Management of High-Risk Pregnancy. An Evidence Based Approach. Fifth Edition. Washington DC: Blackwell Publishing Ltd, 2007.
23. Robert, L, Goldenberg, John C. Hauth, and William W. Andrews. "IntraUterine Infection and Preterm Delivery." The New England Journal of Medicine 342.Mechanisms of Desease (2000): 1500-1507.
24. Shimizu S, Kojima H, Yoshida C, K Suzukawa, H Y Mukai, Y Hasegawa, S Hitomi, T Nagasawa. " Chorioamnionitis caused by Serratia marcescens in a non-immunocompromised host ." J Clin Pathol (2003): 56 (11): 871–2. .
25. Sylvia, Y. J. (2001). Diagnosis praktis vaginosis bakterial pada kehamilan. J Kedokter Trisakti, 20(2):74-8).
26. Svare JA, Schmidt H, Hansen BB, Lose G. "Bacterial Vaginosis In A Cohort Of Danish Pregnant Women: Prevalence and Relationship With Preterm Delivery, Low Birthweight and Perinatal Infection." BJOG (2006): 113(12):1419-25.
27. WHO. Born Too Soon The Global Action Report on Preterm Birth. Genewa, Switzerland: WHO Press, 2012.
28. —. WHO recommendations on interventions to improve preterm birth . Genewa, Switzerland: WHO Press, 2015.
29. Yiping, W. Han, Tao Shen,Peter Chung, Irina A. Buhimschi, Catalin S. Buhimschi. "Uncultivated Bacteria as Etiologic Agents of Intra-Amniotic Inflammation Leading to Preterm Birth." JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY (2009): p. 38–47 .
30. Zachary A, F. K., Palomar, L., MD, K. A., Sarah E. Boslaugh, P., Michael F. Wangler, M., MD, F. S., . . . Louis J. Muglia, M. P. (2007). Racial Disparity in The Frequency of Recurrence of Preterm Birth. Am J Obstet Gynecol, 196;131.e1-131.e6.

Selasa, 20 Desember 2016

Maaf baru aktif kembali setelah sekian waktu tidak mengisi portofolio di laman ini, semoga bisa menulis kembali dan berbagi ilmu serta sharing.

Trimakasih
sriher

Selayang Pandang IKA IKR JM UA (Pasca Seminar & Worksop Perdana)


Nampaknya biasa sj seminar dan workshop pada umumnya, tepat di hari sabtu kemarin 17 Desember 2016, mulai pukul 07.30 panitia stand by sampai pukul 15.00 WIB sesuai jam kesepakatan pemakaian ruangan gedung Amec Fakultas Kedokteran Univ. Airlangga sebagai kegiatan perdana IKA IKR JM UA. 

Gak ada yang istimewa hanya seminar biasa aja kok, tapi dibalik seminar itu ada keistimewaan luar biasa yang dimiliki oleh setiap panitia, tanpa memandang jabatan dan gelar baik gelar depan maupun gelar belakang mulai dari Kepala Puskesmas, Pejabat Dinkes Kab/Kota/Prop, Pembantu Dekan, Ketua Prodi, sampai Dosen Senior dan Yunior berbaur bekerja bersama turun tangan tanpa memandang status demi tujuan mulia "Bersama kita bisa". Mulai dari mengangkat kursi dari satu ruangan keruangan lain, mengangkat barang-barang yang tidak terpakai diruangan tempat seminar ketempat ruangan yg tidak terpakai, mengangkat meja, mengatur posisi kursi dan penempatan meja seminar, posisi podium dan mike, gladi resik susunan acara, sampai berselvie ria.....hehehehe.... dan sebagainya tak terasa waktu sdh pukul 16.30 WIB......ayo pulang-pulang besok jangan telat datangnya yah. 

Alhamdulillah, Seminar dan workshop berjalan lancar sukses tanpa hambatan. sekalipun alumni belum bisa hadir semua disebabkan kegiatan lain yang bersamaan ditempat lain, tapi setidaknya sahabat-sahabat IKR sudah ikut berkontribusi dengan membayar iuran seminar sehingga seminar bisa terlaksana dengan murni dana dari Alumni (Terima kasih untuk kita semua para alumni). Waduhh.......dalam proses jalanx seminar saking asiknya Dr. Luluk (pemateri fenomenal sangat energik) memimpin materi "Model Suscatin melalui permainan Monopoli" sehingga acara terakhir pembacaan Doa tidak terlaksana, akhirnya sang uztad merasa kecewa........hmmmmm (next time gak bakalan terlupa lagi).

Trimakasih yang tidak terhingga khusus kepada Dr. Hermanto Tri Joewono, dr, Sp.OG (K) dengan panggilan akrab beliau dr. Hos yang paling andil dalam kegiatan ini, mulai dari penggagas pembentukan IKA IKR JM UA sampai seminar dan workshop ini bisa terlaksana. Begitu banyak mimpi beliau agar tujuan pendidikan di IKRJM dapat terwujud sebagai agen perubahan dengan membuat perbedaan dan problem solver dibidang kespro baik dimasyarakat sekitarnya maupun di Indonesia (salah satu kutipan materi dr. Hos dalam seminar & workshop). Beliau juga mempunyai moto yaitu Inspire (Menginspirasi), Empower (Memberdayakan), dan Act (Langsung bertindak bukan hanya wacana). semoga bisa terwujud. Aamiin.Trimaskasih pula kepada Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.OG (K) atas perkenaan beliau yang telah mengukuhkan pengurus IKA IKR JM UA dan bersedia memberi sambutan pada pembukaan seminar dan workshop kemarin. 

Kami atas nama pengurus IKA IKRJM mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga pula atas waktu dan kesempatan beliau bisa hadir dan sangat mendukung kegiatan ini bisa berjalan dengan baik dan berkelanjutan serta dapat memberi kontribusi kelak dimasa mendatang.Terimakasih pada ketua terpilih DR. Lestari Sudaryanti, dr., M.Kes, yang begitu aktif dan sangat energik dalam memimpin organisasi ini, kami yakin dengan kepemimpinan beliau organisasi IKA IKRJM UA akan terus eksis sampai kapanpun dan dapat memberi perubahan baru kespro dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang (semangat baru untuk ibu ketua terpilih dan semangat untuk kita semua anggota pengurus IKA IKRJM UA). kata ibu DR. Luluk Widarti, S.Kep.,Ns.M.Kes.,.... yesx 7x yaaaah...........yes yes yes yes yes yes yes.

Trimakasih pula pd Dr. Noer Saudah, S.Kep.,Ns.,M.Kes sebagai ketua panitia pada seminar dan workshop kemarin, berkat motivasi beliau semua panitia bekerja dgn penuh tanggung jawab sesuai tugas masing2. Lanjutkan dan terus berkaryaAkhirnya sebagai salah satu anggota pengurus IKA IKRJM UA dan seluruh anggota yang tidak kami sebutkan satu persatu, kami mengucapkan banyak terima kasih atas partisipasi aktif dari semua alumni yang telah ikut dalam kegiatan perdana ini, semoga kepengurusan yang baru saja terbentuk menjadi dasar untuk lebih giat dalam bekerja, berkontribusi, berkarya dan menjadi agen perubahan kesehatan reproduksi dalam upaya penurunan kematian maternal (AKI) dan perinatal (AKB) di Indonesia. semoga Allah SWT senantiasa bersama kita dan memberkahi kita semua. Aamiin YRA.

Pengurus sie publikasi
sriher


Rabu, 14 Januari 2009

Penlok Metode Penelitian untuk PDM dan SKW



Hasil penlok yang dilaksanakan di Hotel Singgasana Makassar tanggal 19-21 di Makassar. Sangat memberi manfaat bagi dosen peneliti untuk bidang PDM dan SKW. Bagaimana membuat suatu proposal penelitian yang trend, berguna, mudah, fleksibel, akurat, valid dan realible. Anggaran dari DP2M dengan pelaksana Universitas 45 Makassar dan tim reviewer DP2M dari univ'45 prof. Amir, Dr. Ismet dari Unesa, dan Prof. Lukman dari Unibraw. Kiranya terus dilanjutkan mengingat pentingnya seminar ini. Agar para Dosen baik untuk penelitian PDM, SKW, Hibah, Pekerti, Fundamental terus terbuka peluang bisa lolos dalam penelitian-penelitian berikutnya. so don't forget always to research....ok !!

Rabu, 29 Oktober 2008

Tips!!!...............Nasi yang Gak Terbuang....!!

Hai.......buat kalian yang lagi school or kuliah dan harus ngekost di kampung orang karena jauh dari keluarga, sehingga makan ataupun masak semua pasti sendiri. aku punya tips biar nasi yang sudah dimasak gak dibuang karena sudah terlalu kering dan berubah warna di rice cooker/penanak nasi. caranya : nasi yang sudah stengah kering ataupun kering sekali di rice cooker dimasak kembali dengan beras yang baru, kemudian airnya dilebihkan sedikit setelah itu simpan nasi yang kering tadi diatas beras yang akan dimasak, banyaknya air sesuaikan dengan banyaknya nasi yang kering tadi, airnya jangan sampai kebanyakan dan jangan berlebihan habis itu colok deh dilistrik rice cookernya. ok SLAMAT MENCOBA yah....!!!

Senin, 13 Oktober 2008

Kekuatan Cintamu Untukku

Ikutlah diriku bila aku maju, doronglah diriku bila aku berhenti dan berikanlah diriku motivasi bila aku jatuh. I really love you my soul……

14 November 2007

Selasa, 02 September 2008

Kenalilah....!!! HERPES SIMPLEX VIRUSES (HSVs)

Patofisiologi
Kontak intim antara orang yang rentan (tanpa antibodi melawan virus) dan seorang individual yang secara aktif melepaskan virus atau dengan cairan tubuh yang mengandung virus adalah dibutuhkan untuk infeksi HSV untuk terjadi. Kontak harus melibatkan membran mukosa atau kulit yang terbuka atau terabrasi.
HSV menyerang dan bereplika di neuron dan juga dalam epidermal dan sel-sel dermal. Virions berjalan dari tempat awal infeksi pada kulit atau mukosa ke ganglion akar dorsal sensory, dimana latensi terbentuk. Replikasi viral dalam sensory ganglia membawa pada kekambuhan perjangkitan klinis.
HSV-1 reaktivasi paling efisien dari trigeminal ganglia (mempengaruhi muka dan oropharyngeal dan ocular mucosae), sedangkan HSV-2 memiliki reaktivasi yang lebih efisien dalam lumbosacral ganglia (mempengaruhi paha, pantat, genitalia, dan ekstrimitas bawah). Perbedaan klinis dalam reaktivasi spesifik-di tempat antara HSV-1 dan HSV-2 terlihat disebabkan, sebagian, pada masing-masing virus yang membentuk infeksi latent dalam populasi berbeda dari ganglionic neurons.
Pada episode I infeksi primer, virus dari luar masuk ke dalam tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus dengan DNA hospes, mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten. Kemudian kulit tampak kemerahan dan muncullah vesikel yang bergerombol dengan ukuran sama besar. Vesikel yang berisi cairan ini mudah pecah sehingga menimbulkan luka yang melebar. Bahkan ada kalanya kelenjar getah bening di sekitarnya membesar dan terasa nyeri bila diraba.
Beruntung bila terjadi kasus episode I non-infeksi primer. Artinya, infeksi sudah lama berlangsung, tetapi sebelum timbul gejala klinis tubuh sudah membentuk zat anti. Sehingga saat masuk episode I, kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer. Bila penderita pernah terkena HSV-1, antibodi HSV-1 sudah terbentuk, akibatnya infeksi HSV-2 akan lebih ringan dan sering muncul tanpa gejala. Namun, karena bersifat permanen, bila suatu ketika timbul faktor pencetus, virus akan aktif dan berkembang kembali mengakibatkan infeksi ulang. Saat itu, karena tubuh hospes sudah memiliki antibodi spesifik, kelainan yang timbul dan gejalanya mungkin tidak seberat infeksi primer.

Faktor Predisposisi
Adapun faktor pencetus kambuhnya herpes antara lain trauma (luka), hubungan seksual berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stres, kelelahan, alkohol, obat-obatan, haid (pada wanita), serta sinar ultraviolet. Dibandingkan dengan gejala klinis serangan primer yang akan hilang setelah dua minggu, gejala serangan ulang ini sudah hilang dalam waktu 7-10 hari. Frekuensi rata-rata kambuh gejala infeksi HSV sekitar empat kali per tahun (John et al, 1993), meski ada juga yang mengalami hingga lebih dari 12 kali setahun.
Herpes genitalis pada orang dengan imunodefisiensi (gangguan fungsi kekebalan tubuh) bisa berakibat cukup progresif berupa lesi (semacam luka) dalam, bahkan lebih luas, pada daerah sekitar kelamin dan dubur. Namun pada imunodefisiensi ringan keluhan yang muncul berupa tingginya frekuensi kambuh dengan penyembuhan lebih lama.

Jenis Kelamin
Frekuensi antibodi HSV-1 dan HSV-2 adalah sedikit lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Bagaimanapun, wanita adalah lebih mungkin dibandingkan pria untuk dilindungi dari infeksi HSV genital dengan penggunaan metode penghalang.
Dalam studi lebih dari 600 wanita hamil, 63% adalah seropositive untuk HSV-1, 22% untuk HSV-2, dan 13% untuk keduanya, dan 28% adalah seronegative. Ras non kulit putih dan memiliki 4 atau lebih pasangan seks secara independen terkait dengan peningkatan infeksi HSV-2. Bagaimanapun, grup ini memiliki resiko tertinggi memiliki anak dengan herpes neonatal, yang menunjukkan kerentanan mereka untuk infeksi HSV baru selama trimester kehamilan ketiga mereka (ketika seorang ibu adalah paling mungkin untuk menularkan infeksi pada bayinya).

Usia
Frekuensi infeksi HSV-1 pada anak beragam dengan status sosial ekonomi. Kurang lebih, sepertiga anak dari keluarga sosial ekonomi rendah menunjukkan beberapa bukti infeksi HSV-1 pada usia 5 tahun. Frekuensi meningkat hingga 70-80% oleh awal remaja/orang dewasa awal. Berlawanan dengan itu, hanya 20% anak dari keluarga kelas menengah seroconvert. Frekuensi infeksi tetap agak stabil sampai dekade kedua hingga ketiga kehidupan ketika ini meningkat hingga 40-60%. Rate seroconversion HSV-2 adalah tertinggi dalam orang dewasa muda aktif.

Gejala
Pada pria gejala lebih jelas karena tumbuh pada kulit bagian luar kelenjar penis, batang penis termasuk kulit depan penis yang tidak disunat, buah zakar, dan di sekitar anus atau di dalam rektum. Sebaliknya, pada wanita gejala itu sulit terdeteksi karena letaknya tersembunyi. Herpes genitalis pada wanita biasanya menyerang bagian labia majora, labia minora, klitoris, bahkan leher rahim (serviks) tanpa gejala klinis.
Pada awalnya, mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi, penderita akan merasakan gejala seperti tidak enak badan, demam, sakit kepala, kelelahan, serta sakit otot, terutama di bagian kaki. Dilanjutkan dengan rasa gatal dan agak panas seperti ditusuk-tusuk pada bagian kulit yang ditumbuhi vesicle (gelembung) bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka yang melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng.
Penderita bisa mengalami kesulitan dalam berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut. Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar. Gejala awal ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala berikutnya.
Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten terhadap pengobatan dengan asiklovir.

Diagnosis
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2. diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan melalui pengambilan contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Tes darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak terlalu memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes laboratorium yaitu kultur. Kultur dikerjakan dengan menggunakan swab untuk memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes. (1,11,12)
Pada stadium dini erupsi vesikel sangat khas, akan tetapi pada stadium yang lanjut tidak khas lagi, penderita harus dideteksi dengan kemungkinan penyakit lain, termasuk chancroid dan kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop elektron atau kultur jaringan. Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain neuralgia, retensi urine, meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan janin terhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit, ensefalitis, makrosefali dan keratokonjungtivitis. Herpes genital primer HSV 2 dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia dilaporkan mendekati 40 % dari kaum pria dan 70% dari wanita dengan penyakit HSV-2 primer. Berbeda dengan infeksi genital episode pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir pada genital (1,4,7,14)

Perawatan Medis
· Sebagian besar infeksi HSV adalah terbatas-sendiri. Bagaimanapun, terapi antiviral memperpendek jalannya gejala dan bisa mencegah penyebaran dan transmisi.
· Pengobatan antiviral intravena, oral dan topical adalah tersedia untuk treatment HSV dan adalah paling efektif jika digunakan pada permulaan gejala. Terapi oral bisa diberikan dalam waktu episode atau sebagai terapi suppresif kronis.
ü Treatment herpes labialis dan herpes genitalis secara umum terdiri dari episodic course acyclovir oral, prodrug valacyclovir, dan famciclovir. Pengobatan antiviral oral, acyclovir, valacyclovir, dan famciclovir, bisa digunakan (off label) sebagai terapi untuk kondisi HSV tidak rumit lainnya (contohnya, herpes whitlow), dan dosis yang sama seperti yang digunakan untuk treatment herpes genitalis adalah umumnya direkomendasikan.
ü Treatment topical yang tersedia secara komersial untuk herpes adalah jauh kurang efektif dibandingkan terapi oral.
ü Infeksi HSV rumit, cutaneous dan/atau penyebaran visceral, HSV neonatal, dan infeksi parah dalam mereka yang immunocompromised seharusnya segera ditangani dengan intravenous acyclovir.
ü Pada pasien yang immunocompromised dan mengalami infeksi HSV kambuh, turunan HSV acyclovir-resistant telah diidentifikasi, dan treatment dengan foscarnet intravena atau cidofovir bisa digunakan. Penggunaan topical foscarnet juga telah dilaporkan.

Pencegahan
· Pelepasan viral HSV adalah paling besar selama perjangkitan; bagaimanapun, transmisi dari individual yang seropositive pada pasangan mereka yang seronegative biasanya terjadi selama periode pelepasan HSV tanpa gejala. Oleh karena itu, mencegah trasmisi membutuhkan lebih banyak dibandingkan abstaining dari kontak intim selama perjangkitan.
ü Metode penghalang, seperti kondom, memberi 10-15% perlindungan melawan penularan genital herpes, dimana transmisi bisa terjadi dan dari permukaan mucocutaneous yang tidak tertutup atau jika integritas dari penghalang dikompromi. Kondom juga telah ditunjukkan jadi paling efektif dalam melindungi wanita dibandingkan pria.
ü Beragam vaksin HSV telah dan berlanjut untuk dibawah penyelidikan untuk treatment dan pencegahan herpes genitalis, meskipun sebagian besar belum ditunjukkan untuk jadi efektif. Sekarang ini, percobaan acak buta-ganda dari sebuah vaksin D HSV-2 glycoprotein menunjukkan bahwa vaksin memberikan perlindungan terhadap virus pada wanita yang secara serologi negatif untuk baik HSV-1 dan HSV-2. Bagaimanapun, ini tidak mencegah infeksi HSV pada pria disamping serostatus mereka atau pada wanita yang positif untuk HSV-1 tetapi negatif untuk HSV-2.
ü Terapi supresif jangka-panjang untuk genital herpes telah ditunjukkan untuk menurunkan pelepasan HSV tanpa gejala, dan terapi valacyclovir jangka-panjang secara signifikan menurunkan transmisi HSV untuk patner rentan dari individual yang positif HSV-2 oleh 50-77%. Acyclovir dan famciclovir telah ditunjukkan sebagai sama efektifnya dengan valacyclovir untuk supresi kekambuhan. Pertimbangan untuk penempatan seorang pasien pada terapi supresif jangka-panjang termasuk perjangkitan sering dan/atau parah, infeksi dalam seorang pasien yang immunocompromised, jenis kelamin pasien, serostatus HSV pasien, dan kemampuan reproduktif dari pasangan pasien.
ü Infeksi HIV dari pasien HSV atau patner seronegativenya seharusnya dipertimbangkan sebuah indikasi memungkinkan untuk supresi, memberikan peningkatan yang diajukan dalam muatan viral HIV, meskipun terapi supresif HSV belum ditunjukkan untuk memiliki efek pada pelepasan viral HIV-1.
· Wanita yang HSV-2 negatif seharusnya berkonsultasi untuk abstain dari hubungan intim selama trimester ketiga kehamilan dengan pasangan yang bisa jadi seropositive karena infeksi HSV primer selama waktu ini menempatkan janin pada resiko infeksi tertinggi.
ü Pendekatan yang paling umum dalam usaha untuk mencegah transmisi vertikal adalah untuk membuat wanita dengan luka HSV terlihat secara klinis selama persalinan dengan operasi caesar. Bagaimanapun, persalinan caesar tidak mencegah semua kasus dari infeksi neonatal karena dalam utero infeksi terjadi dan kultur HSV antepartum adalah bukan sebuah prediktor yang baik dari infeksi neonatal.
ü Penggunaan acyclovir 400 mg PO tid selama trimester ketiga kehamilan telah terbukti aman dan efektif dalam mencegah herpes neonatal dan dalam menghilangkan kebutuhan untuk persalinan caesar.

Komplikasi
· Komplikasi yang paling umum dari infeksi HSV adalah superinfeksi bakteri. Pada wanita dengan infeksi HSV-2 primer, meningitis aseptic adalah juga umum.
· Komplikasi signifikan, seperti penyebaran visceral dan CNS dan sequelae jangka-panjang, adalah jarang dan terjadi dalam pasien yang immunocompromised atau dalam kasus HSV neonatal.
ü Pasien penderita AIDS yang ditangani dengan acyclovir intravena bisa mengembangkan turunan thymidine kinase-negatif dari HSV yang resistent pada acyclovir. Pasien ini bisa jadi secara berhasil ditangani dengan foscarnet intravena atau topical cidofovir.
ü Bayi yang terlahir dengan infeksi HSV genital seharusnya secara erat dimonitor untuk berbagai tanda-tanda infeksi dan segera ditangani jika tanda-tanda dari penyakit berkembang. Infeksi HSV neonatal memiliki tingkat mortalitas lebih dari 80% jika tidak ditangani dan sebuah tingkat morbiditas mortalitas/signifikan dari kurang lebih 50% bahkan ketika ditangani.

Prognosis
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera diobati mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa. Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.(1,3,4)
· Untuk sebagian besar orang, infeksi HSV adalah sementara dan mereda tanpa sequelae memburuk; bagaimanapun, kekambuhan adalah umum.
· Kelanjutan jangka-panjang (biasanya CNS) adalah lebih umum dengan infeksi HSV neonatal dibandingkan tipe lainnya dari infeksi HSV. Gurat bisa terjadi dari luka parah atau superinfeksi.

Pengobatan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti: menjaga kebersihan lokal, menghindari trauma atau faktor pencetus.(11). Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5% sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi.(14). Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual. Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah:(12)
§ Asiklovir (Zovirus), Famsiklovir, Valasiklovir (Valtres) Asiklovir. Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan asiklovir topikal (5% dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan.(4,5)
§ ValasiklovirValasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54%.oleh karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.(4,5,9)
§ FamsiklovirAdalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidin kinase virus untuk fosforilase menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10 jam) sehingga memiliki potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik.(4,5)
Herpes genitalis adalah kondisi umum terjadi yang dapat membuat penderitanya tertekan. Pada penelitian in vitro yang dilakukan Plotkin (1972), Amstey dan Metcalf (1975), serta penelitian in vivo oleh Friedrich dan Matsukawa (1975), povidone iodine terbukti merupakan agen efektif melawan virus tersebut. Friedrich dan Matsukawa juga mendapatkan hasil memuaskan secara klinis dari povidone iodine dalam larutan aqua untuk mengobati herpes genital. (15) Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit/ CDC (Center For Disease Control and Prevention), merekomendasikan penanganan supresif bagi herpes genital untuk orang yang mengalami enam kali atau lebih outbreak per tahun.(16)
Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus dengan cara sectio caesaria bila pada saat melahirkan diketahui ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketuban pecah atau paling lambat 6 jam setelah ketuban pecah. Pemakaian asiklovir pada ibu hamil tidak dianjurkan. (3,10) Sejauh ini pilihan sectio caesaria itu cukup tinggi dan studi yang dilakukan menggarisbawahi apakah penggunaan antiviral rutin efektif menurunkan herpes genital yang subklinis, namun hingga studi tersebut selesai, tak ada rekomendasi yang dapat diberikan. (7)

Lovely

Lovely
14 November 2007