*Sriyana Herman
Abstrak
Latarbelakang. Persalinan preterm (PTL)
merupakan persalinan yang terjadi sebelum janin berusia 37 minggu, yang menyebabkan
kematian perinatal dan morbiditas neurologis jangka panjang. Hubungan antara infeksi intrauterine dengan mikrobiota yang mengakibatkan persalinan preterm
masih belum pasti. Beberapa gangguan mikrobiota vagina normal seperti rendahnya produksi H2O2 Lactobacillus spp., Peningkatan PH vagina, Gram basil Coccobacilli, organisme anaerob, Mycoplasma genital, E. Coli dan Streptokokus grup B berperan sebagai penyebab
infeksi,
namun kendala yang dihadapi gejala infeksi intrauterine sering asimptomatik. Infeksi intrauterine berlokasi
pada
ruang antara desidua dan selaput ketuban.
Peningkatan produksi
Prostaglandin Plasenta (PGs) menambah kontraksi rahim dan mengubah ikatan
kolagen dan hidrasi jaringan dengan mengubah komposisi kompleks proteoglikan.
Infeksi yang
terjadi mengaktifkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNFa.
Sitokin ini meningkatkan produksi uterotonin dan aktivitas enzim protease
pemecah Matriks Metaloprotease (MMP) sehingga
kontraksi rahim meningkat dan
mengubah integritas MMP pada khorion, amnion atau serviks uteri.
Perubahan semua ini kontraksi uterus meningkat, terjadi dilatasi serviks, selaput amnion pecah dan
akhirnya terjadilah
persalinan preterm. Tujuan
tulisan ini untuk mengidentifikasi bahwa persalinan preterm adalah suatu proses yang kompleks, dengan melalui pemahaman mekanisme
persalinan preterm, dampak negatif
dari infeksi intrauterine preterm spontan dapat diminimalisir.
Keywords: Infeksi Intrauterine,
Persalinan Preterm Spontan
PENDAHULUAN
Persalinan preterm sampai saat ini masih merupakan masalah di dunia termasuk Indonesia, yang terkait dengan prevalensi, prematuritas, morbiditas dan mortalitas perinatal. Kehamilan disebut cukup bulan bila berlangsung antara 37-42 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari, sedangkan persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum janin genap berusia 37 minggu (259 hari)30. Lahir prematur adalah penyebab utama kematian bayi dan penyebab kedua kematian setelah pneumonia pada anak di bawah usia lima tahun4. Angka kejadian akibat dari persalinan preterm sekitar 70% kematian perinatal dan 50% morbiditas neurologis jangka panjang6. Bayi yang lahir prematur terutama pada usia kehamilan Pemahaman mekanisme molekuler yang menghubungkan infeksi intrauterine dan persalinan sebagian besar telah banyak dijelaskan, dengan mengetahui lebih jauh tentang mekanisme persalinan preterm, akan membantu diagnosis dini dan menemukan strategi intervensi yang tepat dalam meminimalkan dampak negatif dari kelahiran preterm.
Epidemiologi Preterm
Kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara, di negara maju misalnya di Eropa, angkanya berkisar antara 5-11 %. Di USA pada tahun 2000 sekitar satu dari sembilan bayi dilahirkan prematur (11,9%)21 dan pada tahun 2013 angkanya tidak jauh berubah yaitu sebesar 11,5%15. Di negara yang sedang berkembang angka kejadiannya masih jauh lebih tinggi, misalnya di India sekitar 30%, Afrika Selatan 15%, dan Sudan 31 %. Angka kejadian persalinan preterm di Indonesia belum ada, namun angka kejadian bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dapat mencerminkan angka kejadiannya secara kasar. Angka kejadian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9%11 dan sekitar 40% dari kelahiran prematur berhubungan dengan infeksi intrauterine1.
Klasifikasi Persalinan Preterm
Menurut kejadiannya, digolongkan menjadi16: (1) Idiopatik/Spontan, sekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui, oleh karena itu digolongkan pada kelompok idiopatik. Sekitar 12,5% persalinan preterm spontan didahului oleh ketuban pecah dini dan sebagian besar disebabkan faktor infeksi (korioamnionitis). (2) Iatrogenik/Elektif, persalinan preterm buatan iatrogenik/elective preterm.
Menurut usia kehamilan, diklasifikasikan dalam27: Preterm/kurang bulan: usia keharnilan 32 - 37 minggu, Very preterm/sangat kurang bulan: usia kehamilan 28-32 minggu, Extremely preterm/ ekstrim kurang bulan: usia kehamilan 20-27 minggu.
Menurut berat badan lahir, dibagi dalam kelompok: berat badan lahir rendah (BBLR): 1500-2500 gram, berat badan lahir sangat rendah (BBLSR): 1000-1500 gram, berat badan lahir ekstrim rendah (BBLER): < 1000 gram.
Faktor Resiko Persalinan Preterm
Persalinan preterm dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga sulit diatasi, risiko tertinggi adalah riwayat persalinan preterm sebelumnya11. Faktor risikonya mulai dari idiopatik, iatrogenic, sosiodemografik, faktor ibu, penyakit medis dan keadaan kehamilan, infeksi dan genetik8.
Ras
Di Amerika Serikat pada tahun 2013, 16,3% dari kehamilan prematur terjadi pada wanita non-Hispanik kulit hitam, sedangkan hanya 10,2% pada wanita non-Hispanik kulit putih15. Perempuan kulit hitam tidak hanya menghadapi peningkatan risiko kelahiran prematur, dibandingkan dengan wanita kulit putih, tetapi juga terjadi peningkatan risiko kelahiran prematur berulang30.
Usia
Kelahiran paling aman ibu pada usia antara 20 dan 34 tahun. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetri serta morbiditas dan mortalitas perinatal3. Ibu yang berusia<20 5="" beresiko="" berusia="" ibu="" kali="" melahirkan="" prematur="" sebesar="" sedangkan="" tahun="" untuk="" yang="">35 tahun memiliki risiko 1,15 kali untukmelahirkan prematur dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20 - 34 tahun (Irmawati, 2010 dalam Agustina, 2012).20>
Paritas
Risiko kelahiran prematur untuk paritas multipara muda berusia < 18 tahun dan primipara tua berusia > 40 tahun adalah dua kali lipat dibandingkan dengan primipara 25 - 29 tahun17.
Sosial Ekonomi
Di Inggris menunjukkan >2 kali risiko kelahiran sangat prematur pada ibu yang sosial ekonominya sangat kekurangan dan di Norwegia 50% pendidikan rendah berhubungan dengan peningkatan dan risiko kelahiran prematur13.
Riwayat Obstetri
Riwayat aborsi induksi sebelumnya dapat meningkatkan risiko kelahiran sangat prematur dengan onset kelahiran spontan. Ibu dengan aborsi spontan trimester kedua atau kelahiran sangat prematur sebelumnya berisiko peningkatan kelahiran sangat prematur kehamilan berikutnya. Interval pendek antara kehamilan berikutnya (Health Technology Assessment Indonesia (2010) bahwa insiden terjadinya persalinan prematur selanjutnya setelah 1x persalinan prematur meningkat hingga 14,3% dan setelah 2x persalinan prematur meningkat hingga 28%. Wanita yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko untuk mengalaminya kembali pada kehamilan selanjutnya. Termasuk faktor resiko lainnya yaitu merokok, minum minuman beralkohol, defisiensi vitamin C, konsumsi obat tanpa resep dokter, stress berlebihan, pekerja berat, dan faktor-faktor keadaan kehamilan yang sekarang mulai dari kelelahan fisik, keputihan, pendataran serviks, plasenta previa, solution plasenta, sampai pada ketuban pecah dini (KPD) dan masih banyak factor risiko lainnya yang berhubungan dengan persalinan preterm (Creasy, 2009 dalam Johanes, 2011)11.
Mekanisme Persalinan Prematur
Persalinan preterm diduga sebagai sebuah sindrom yang dipicu oleh berbagai mekanisme, mekanisme pasti masih belum diketahui dengan pasti pada berbagai kasus, sehingga berbagai faktor dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm tetapi jalur mekanismenya masih dicari14.
Beberapa ahli telah mengelompokkan penyebab terjadinya persalinan preterm, secara umum yaitu disebabkan 1) Karena pengaruh stress mengakibatkan aktivasi Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan janin, 2) Karena infeksi/perandangan, 3) Karena pengaruh prostaglandin, 4) Karena perdarahan, dan 5) Karena peregangan uterus yang berlebihan. Penjelasannya sebagai berikut:
Mekanisme Akibat Pencetus Stress dan HPA Axis
Mekanisme akibat adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, Reseptor oksitosin (OTR), Matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, Cyclooksigenase-2, Dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal5.
Gambar 2. Mekanisme Persalinan Preterm akibat pencetus stress dan HPA Axis Ibu dan janin. COX-2: Cyclooxygenase 2, MLCK: Myosin light chain kinase, OTR: Oxytocin receptors, PG: Prostaglandin, PGDH: Prostaglandin dehydrogenase5.
Mekanisme Akibat Infeksi
Hasil penelitian hewan secara in vitro dan manusia memberikan gambaran yang konsisten bagaimana infeksi bakteri menyebabkan persalinan prematur spontan (Gambar 3). Invasi bakteri rongga koriodesidua, yang bekerja melepaskan endotoksin dan eksotoksin, mengaktivasi desidua dan membran janin untuk menghasilkan sejumlah sitokin, termasuk Tumor necrosis factor, Interleukin-1, Interleukin-1ß, Interleukin-6, Interleukin-8, dan Granulocyte Colony-Stimulating Factor (Gambar 4). Selanjutnya, cytokines, endotoxins, dan exotoxins merangsang sistesis prostaglandin dan pelepasan dan juga mengawali neutrophil chemotaxis, infiltrasi, dan aktivasi, yang memuncak dalam sistesis dan pelepasan metalloprotease dan zat bioaktif lainnya. Prostaglandin merangsang kontraksi uterus sedangkan metalloprotease menyerang membran korioamnion yang menyebabkan pecah ketuban. Metalloprotease juga meremodeling kolagen dalam serviks dan melembutkannya6.
Gambar 3. Mekanisme seluler dan biokimia yang terlibat dalam inisiasi persalinan premature pada infeksi intrauterine20.
Mekanisme Prostaglandin Dehydrogenase (PGDH)
Jalur yang lain mungkin memiliki peranan yang sama baik. Sebagai contoh, prostaglandin dehydrogenase dalam jaringan korionik menginaktivasi prostaglandin yang dihasilkan dalam amnion yang mencegahnya mencapai miometrium dan menyebabkan kontraksi. Infeksi korionik menurunkan aktivitas dehidrogenase ini yang memungkinkan peningkatan kuantitas prostaglandin untuk mencapai miometrium. Jalur lain dimana infeksi menyebabkan persalinan prematur melibatkan janin itu sendiri. Pada janin dengan infeksi, peningkatan hipotalamus fetus dan produksi corticotropin releasing hormone menyebabkan meningkatnya sekresi kortikotropin janin, yang kembali meningkatkan produksi kortisol adrenal fetus. Meningkatnya sekresi kortisol menyebabkan meningkatnya produksi prostaglandin. Juga, ketika fetus itu sendiri terinfeksi, produksi sitokin fetus meningkat dan waktu untuk persalinan jelas berkurang (Gambar 4). Namun, kontribusi relatif kompartemen maternal dan fetal terhadap respon peradangan keseluruhan tidak diketahui6.
Gambar 4. Mekanisme kolonisasi bakteri koriodesidua pada persalinan prematur6.
Mekanisme Perdarahan Plasenta
Mekanisme yang berhubungan dengan perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan emosistein yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi kontraksi myometrium (Gambar 5)5.
Gambar 5. Mekanisme terjadinya persalinan premature pada perdarahan plasenta. ECM: Extracellular matrix, MMP: Matrix Metallo Proteinase, PAI-1: Plasminogen activator inhibitor 1, tPA: Tissue-type plasminogen activator, uPA: Urokinase plasminogen activator5.
Mekanisme Peregangan Uterus
Mekanisme peregangan berlebihan dari uterus yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2 (Gambar 6).
Gambar 6. Mekanisme untuk semua persalinan premature5
Penyebab Persalinan Preterm Karena Infeksi
Hubungan antara infeksi dan persalinan prematur tidak konsisten sepanjang kehamilan, infeksi jarang terjadi pada persalinan prematur akhir (pada 34 – 36 minggu) tetapi muncul pada kebanyakan kasus < 30 minggu6. Infeksi genital (vaginosis bacterial), Infeksi intra uterin, infeksi ekstra uterin (pielonefritis dan periodontitis) adalah penyebab persalinan preterm karena infeksi4. Vaginosis bakteri merupakan marker kolonisasi intrauterine dengan organisme yang sama dan dapat meningkatkan risiko kelahiran sangat prematur >2 kali lipat28 dan infeksi intrauterin memiliki risiko lebih tinggi untuk kelahiran sangat premature9. Bahkan menurut Gravent, et all (1986) ternyata wanita dengan vaginosis bacterial mempunyai risiko 3-8 kali lebih tinggi dibandingkan wanita dengan flora normal untuk mengalami persalinan preterm. Infeksi lokal ke sistem organ lain dari saluran reproduksi juga penting. infeksi periodontal telah dilaporkan >2 kali lipat risiko kelahiran sangat prematur19.
Uterus dan membran ketuban dapat terinfeksi dalam beberapa cara, seperti bakteri dapat bermigrasi ke rahim dari vagina atau rongga perut, dikenal dengan prosedur invasif seperti sampel vili korialis (Hogge et all, 1986 dalam Nosarti, 2010), atau melalui sebaran hematogen23. Jika korioamnionitis berkembang, risiko kelahiran sangat prematur meningkat, terutama jika respon inflamasi menimbulkan pada janin, maka risiko kelahiran sangat prematur dapat meningkat 10 kali lipat9.
Infeksi membran fetus berdasarkan temuan histologis atau kultur disebut korioamnionitis, infeksi tali pusat disebut funisitis, dan infeksi cairan amnion disebut amnionitis. Vili plasenta juga terlibat dalam infeksi intrauterin yang berasal dari darah seperti malaria, infeksi bakteri di dalam plasenta disebut vilitis, namun jarang terjadi (Gambar 1)6.
Gambar 1. Tempat yang potensial untuk infeksi bakteri di dalam uterus6
Pada wanita dengan persalinan preterm spontan dengan infeksi intrauterine, sekalipun infeksi intrauterine sering terdeteksi tanpa adanya infeksi29, kebanyakan bakteria yang ditemukan dalam uterus dalam hubungannya dengan persalinan prematur berasal dari vagina (Vaginosis bacterial)6. Bakteri yang sering teridentifikasi adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Peptostreptococci, dan Bacteroides sp. Nama lain dari Vaginosis bacterial adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis, Corynebacterium vaginitis, Haemophilus vaginitis, non specific vaginosis, dan anaerobic vaginosis (Amsel, et all., 1983 dalam Sylvia, 2001)25. Organisme yang sering berhubungan dengan infeksi genital pada wanita tidak hamil Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis, namun jarang ditemukan dalam uterus sebelum pecah ketuban, sedangkan mereka yang sangat sering berhubungan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah pecah ketubah adalah Streptococcus group B dan Escherichia coli6.
Belum dapat dijelaskan secara mendalam kapan infeksi intrauterine terjadi sehingga menyebabkan persalinan prematur dan juga belum jelas kapan bakteri naik dari vagina menuju uterus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa infeksi intrauterine mungkin terjadi jauh lebih awal saat kehamilan dan tidak terdeteksi selama beberapa bulan. Seperti U. urealyticum telah terdeteksi pada sampel cairan amnion yang diperoleh dari analisis kromosom rutin pada usia kehamilan 15–18 minggu dan persalinan terjadi pada usia kehamilan 24 minggu. Konsentrasi interlekin 6 yang tinggi dalam cairan amnion pada usia kehamilan 15–20 minggu berhubungan dengan persalinan prematur spontan setelah usia kehamilan 32–34 minggu. Konsentrasi fibronektin yang tinggi dalam serviks atau vagina pada usia kehamilan 24 minggu (sebagai marker infeksi saluran genitalia atas) berhubungan dengan terjadinya korioamnionitis rata-rata 7 minggu kemudian. Oleh karena itu memungkinkan bahwa kolonisasi intrauterine yang berhubungan dengan persalinan prematur spontan tampaknya sudah terjadi saat mulai konsepsi6.
Kesimpulan
Persalinan preterm (PTL) merupakan persalinan yang terjadi sebelum janin berusia 37 minggu, yang menyebabkan kematian perinatal dan morbiditas neurologis jangka panjang. Hubungan antara infeksi intrauterine dengan mikrobiota yang mengakibatkan persalinan preterm masih belum pasti. Bakteri yang sering teridentifikasi adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Peptostreptococci, dan Bacteroides sp. Infeksi intrauterine berlokasi pada ruang antara desidua dan selaput ketuban. Peningkatan produksi Prostaglandin Plasenta (PGs) menambah kontraksi rahim dan mengubah ikatan kolagen dan hidrasi jaringan dengan mengubah komposisi kompleks proteoglikan. Infeksi yang terjadi mengaktifkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNFa. Sitokin ini meningkatkan produksi uterotonin dan aktivitas enzim protease pemecah Matriks Metaloprotease (MMP) sehingga kontraksi rahim meningkat dan mengubah integritas MMP pada khorion, amnion atau serviks uteri. Perubahan semua ini kontraksi uterus meningkat, terjadi dilatasi serviks, selaput amnion pecah dan akhirnya terjadilah persalinan preterm. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan melalui pendekatan mekanisme persalinan preterm untuk memudahkan membuat diagnosis dini dan membantu menemukan strategi intervensi yang tepat sehingga dampak negatif dari infeksi intrauterine preterm spontan dapat diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agrawal, V. Emmet Hirsch. "Intrauterine Infection and Preterm Labor." NIH Public Access (2012): February;doi.org/10.1016/j.siny.2011.09.001, vol.17 p12-19.
2. Assesment., Health Technology. Health Technology Assesment. Buku panduan tata3laksana bayi baru lahir di rumah sakit. HTA Indonesia 2010. . Jakarta: Unit pengkajian teknologi kesehatan direktorat jenderal pelayanan medik departemen kesehatan RI. , 2010.
3. Cunningham, F. Gary. Kenneth J. Leveno. Steven L. Bloom. John C. Hauth. Larry C. Gilstrap III. Katharine D. Wenstrom. Williams Obstetrics, Twenty Second Edition. New York, NY: McGraw_Hill Companies, 2005.
4. Erez, Offer. Preterm Birth. Beer Sheva, Israel: Published by InTech Janeza Trdine 9, 51000 Rijeka, Croatia, 2013.
5. Gayatri, Kotni, Sruti Jammula, Sunil K Kota, Siva K Kota, S. V. S Krishna, Lalit K Meher, Kirtikumar D Modi. "Endocrinology of Parturition." Indian Journal of Endocrinology and Metabolism (2013): Vol.17, No.1, pp. 50-59.
6. Goldenberg, Robert L, John C. Hauth, and William W. Andrews. "Intrauterine Infection and Preterm Delivery." The New England Journal of Medicine 342.Mechanisms of Desease (2000): 1500-1507.
7. Gravent, MG, Nelson HP, De RouenR, Critchbow C, Eschenbach DA, Holmes KK. "Independent association of bacterial vaginosis and Chlamydia trachomatis infection with adverse pregnancy outcome. Jama 1986;." Obstet Gynecol (1986): 256:1899-903.
8. greer I, Norman J. Preterm Labor. Managing Risk in Clinical Practice. Cambridge: Cambridge University Press, 2005.
9. Gupta, M, MD, Karen K. Mestan, Camilia R. Martin, Colleen Pearson, Kathrin Ortiz, Lingling Fu, Phillip Stubblefield, Sandra Cerda, John M. Kasznica, Xiaobin Wang. "Impact of clinical and histologic correlates of maternal and fetal infl ammatory response on gestational age in preterm birth." J Maternal Fetal Neonatal Medicine (2007): 20(1):39-46.
10. Hole, JW. "Management of Preterm Labor." JAOA 101 (2) (2001): 8-14.
11. Johanes, C. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. Bandung: POGI, 2011.
12. John M, D, Thomson, LOrentz M. Irgens, Svein Rasmussen and Anne Kjersti Daltveit. "Secular Trends in Socio-Economic Status and The Implication Preterm Birth." Pediactric and Perinatal Epidemiology (2006): 182-187.
13. John, P Newnham, Jan E. Dickinson, Roger J. Hart, Craig E. Pennel, Catherine A. Arrese and Jeffrey A. Keelan. "Strategies to Prevent Preterm Birth." Frontiers in Immunology 5.Immunology (2014): 1-12.
14. Matthew, J and Myrna G, Serrano, Lindsey P, Pflugner B S, Jennifer M F, Melissa A. Prestosa, Vishal N. K, J. Paul Brooks, Jerome F. Strauss , Roberto Romero, Tinnakorn Chaiworapongsa, David A. Eschenbach, Gregory A B, Kimberl Allen D. "Identification of a gene in Mycoplasma hominis associated with preterm birth and microbial burden in intra-amniotic infection." Am J Obstet Gynecol (2015): 1-13.
15. Michelle, J. K, Osterman, Kenneth D. Kochanej, Marian F. MAcDorman, Donna M. Strobino, Bernard Guyer. "Annual Summary of Vital Statistics : 2012-2013." Pediatrics (2015): 1115-1125.
16. Moutquin, JM. "Classification and Heregeneity of Preterm Birth." Obstetric Gynecology 110 (supl 20) (2003): 30-33.
17. Nosarti, Chiara, Murry, Robin M, Hack, Maureen. Neurodevelopmental Outcomes Of Preterm Birth From Childhood To Adulth Life. New York: Cambridge University Press, 2010.
18. Nynke R, Van Den Broek, Rachel Jean Baptiste, James P. Nelson. "Factors Associated With Preterm, Early Preterm and Late Preterm Birth in Malawi." PLos ONE (2014): e90128;p1-p8.
19. Offenbacher, S, Kim A. Boggess, Amy P. Murtha, Heather L. Jared, Susan Lieff, Rosemary G. McKaig, Sally M. Mauriello, Kevin L. Moss, James D. Beck. "Progressive Periodontal Disease and Risk of Very Preterm Delivery." Obstet Gynecol (2006): 107(1):29-36.
20. Parthiban, Pratahini, Jaideep Mahendra. "Toll-Like Receptors: A Key Marker for Periodontal Disease and Preterm Birth – A Contemporary Review ." Journal of Clinical and Diagnostic Research. (2015): Sep, Vol-9(9): ZE14-ZE17.
21. POGI. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. 1. Bandung: Himpunan kedokteran Fetomaternal POGI, 2011.
22. Queenan, John T, Catherine Y. Spong and Charles J. Lockwood. Management of High-Risk Pregnancy. An Evidence Based Approach. Fifth Edition. Washington DC: Blackwell Publishing Ltd, 2007.
23. Robert, L, Goldenberg, John C. Hauth, and William W. Andrews. "IntraUterine Infection and Preterm Delivery." The New England Journal of Medicine 342.Mechanisms of Desease (2000): 1500-1507.
24. Shimizu S, Kojima H, Yoshida C, K Suzukawa, H Y Mukai, Y Hasegawa, S Hitomi, T Nagasawa. " Chorioamnionitis caused by Serratia marcescens in a non-immunocompromised host ." J Clin Pathol (2003): 56 (11): 871–2. .
25. Sylvia, Y. J. (2001). Diagnosis praktis vaginosis bakterial pada kehamilan. J Kedokter Trisakti, 20(2):74-8).
26. Svare JA, Schmidt H, Hansen BB, Lose G. "Bacterial Vaginosis In A Cohort Of Danish Pregnant Women: Prevalence and Relationship With Preterm Delivery, Low Birthweight and Perinatal Infection." BJOG (2006): 113(12):1419-25.
27. WHO. Born Too Soon The Global Action Report on Preterm Birth. Genewa, Switzerland: WHO Press, 2012.
28. —. WHO recommendations on interventions to improve preterm birth . Genewa, Switzerland: WHO Press, 2015.
29. Yiping, W. Han, Tao Shen,Peter Chung, Irina A. Buhimschi, Catalin S. Buhimschi. "Uncultivated Bacteria as Etiologic Agents of Intra-Amniotic Inflammation Leading to Preterm Birth." JOURNAL OF CLINICAL MICROBIOLOGY (2009): p. 38–47 .
30. Zachary A, F. K., Palomar, L., MD, K. A., Sarah E. Boslaugh, P., Michael F. Wangler, M., MD, F. S., . . . Louis J. Muglia, M. P. (2007). Racial Disparity in The Frequency of Recurrence of Preterm Birth. Am J Obstet Gynecol, 196;131.e1-131.e6.